2025-01-14 10:28:43 | category : BIS | company id : COMD
01337508 IQPlus, (14/1) - Lembaga riset Celios menyampaikan bahwa upaya untuk meningkatkan produksi sawit di Indonesia dapat ditempuh dengan intensifikasi lahan, dan peningkatan teknologi pertanian. Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin, mengatakan masalah produksi sawit selama ini adalah produktivitas per lahan yang rendah. Lahan sawit di Indonesia, kata dia, secara rata rata hanya hasilkan 12,8 ton per hektar untuk tandan buah segar. Sementara di Malaysia bisa mencapai 19 ton per hektar tandan buah segar. "Apalagi di era perang dagang, sawit Indonesia rentan jadi sasaran proteksionisme negara maju. Justru dengan adanya EUDR (European Deforestation Regulation) yang harus dipastikan itu kebun sawitnya tidak bertambah luas tapi tambah produktif," ujarnya. EUDR dari Uni Eropa yang diterapkan di akhir tahun 2024, mewajibkan perusahaan yang ingin mengekspor komoditas ke Eropa untuk melakukan pemeriksaan kepatuhan dan mengambil tanggung jawab dalam memantau rantai pasokan komoditas mereka untuk mengatasi degradasi lingkungan dan perubahan iklim. Terkait kebijakan moratorium atau penundaan pemberian izin baru pembukaan perkebunan kelapa sawit, Bhima menjelaskan bahwa Celios memiliki kajian. Kebijakan moratorium sawit ditambah skema replanting, menurut Celios, mampu menciptakan kontribusi ekonomi pada tahun 2045 yakni output ekonomi bertambah Rp28,9 triliun, Produk Domestik Bruto Rp28,2 triliun, pendapatan masyarakat naik Rp28 triliun, surplus usaha Rp16,6 triliun, penerimaan pajak bersih Rp165 miliar, ekspor Rp782 miliar, pendapatan tenaga kerja Rp13,5 triliun, dan penyerapan tenaga kerja 761 ribu orang. Laporan riset tersebut bisa diunduh di laman resmi Celios. (end/ant)